Pilpres 2009: Kawin Kontrak (lagi), Rakyat Golput (lagi)

Pemilu presiden telah masuk hitungan jari dari pelaksanaannya 8 Juli mendatang. Berbagai macam suksesi dilakukan oleh para pasangan capres dan cawapres serta para tim sukses masing-masing pasangan tersebut pada Pilpres 2009 kali ini.

Di beberapa media, pada awal-awal pengumuman nama-nama pasangan capres dan cawapres, disebutkan bahwa pasangan-pasangan tersebut mempunyai kekhasan yang unik. Hal ini dilihat dari bagaimana proses persetujuan koalisi pasangan tersebut dan sepakat untuk berpasangan untuk maju pada Pilpres 2009 nantinya.

Dimulai dari pasangan Mega-Prabowo yang dieluh-eluhkan sebagai pasangan kawin paksa karena memang tidak ada pilihan lain bagi Mega untuk mencari pendampingnya menuju Istana selain menggaet Prabowo pada Pilpres 2009 kali ini.

SBY-Budiono juga dikatakan sebagai pasangan kawin tanpa restu karena dengan mengejutkan SBY menjatuhkan pilihan kepada guru besar UGM bidang ekonomi ini. Sekalipun menimbulkan perdebatan di kalangan koalisi, namun pilihan SBY bukan tanpa alasan. Dengan posisi Budiono yang netral dan bertangan dingin dalam bidang ekonomi, agaknya Budiono menjadi the Right Man at the Right Time melihat kebutuhan bangsa ini dalam menghadapi krisis global yang masih menghantui negara-negara di dunia.

Di nomor ketiga, JK-Wiranto dipandang sebagai pasangan suci. Hal ini dengan pertimbangan mulusnya proses pasangan tersebut dalam mendapatkan kesepakatan bersama menuju Pilpres 2009. Sekalipun Wiranto mempunyai pengalaman pahit ketika dirinya masih menjadi bagian dari Partai Golkar pada Piplras 2004 silam, dia mencoba menutupinya untuk saat ini demi berpartisipasi dalam Pilpres kali ini.

Kawin Kontrak
Melihat keunikan tersebut, masyarakat justru akan semakin dipusingkan dengan tingkah laku para kontestan Pilpres 2009 kali ini. Namun, tanpa merendahkan misi visi yang dibawakan dan alasan yang melatarbelakangi para pasangan tersebut, justru pasangan capres dan cawapres terebut mempunyai kesamaan yang jelas dalam melakukan koalisi: Kawin Kontrak.

Dari keenam tokoh bangsa itu, mereka pernah terlibat dalam pemerintahan yang sama, baik sebagai rekan hingga bawahan. Artinya mereka seharusnya melakukan agenda tersebut dengan sangat baik. Namun, dengan sangat ironi mereka saat ini “bercerai” dengan membawa idealisme masing-masing untuk memimpin negeri ini. Mereka pun saling berkompetisi untuk menuju Instana seakan lupa dengan “akad” yang mereka tasbihkan beberapa tahun silam.

Jika memang apa yang lakukan saat ini adalah benar sebagai bentuk halus dari sekadar teken kontrak antar sesama koalisi, dan tidak diimbangi dengan misi dan visi kepemimpinan mereka dengan rakyat, maka pemerintahan akan tetap tidak berubah dari orde baru belasan tahun silam. Karena kenyataannya praktik kawin kontrak ini seakan juga terjadi hingga pengurus di tubuh partai.

Ketika masyarakat mulai bisa menilai atas perilaku para politisi yang hanya menggunakan pemilu, yang seharusnya menjadi pesta rakyat dan hanya dinikmati oleh segelintir politisi yang berkepentingan, maka degradasi kepercayaan masyarakatlah yang akan terjadi pada pemilu yang akan datang, atau Pilpres 2009 8 Juli mendatang.

Krisis Kepercayaan
Kembali pada bagaimana kawin kontrak pun terjadi di panggung perpolitikan negeri ini, dan melihat fenomena dan stigma tentang kawin kontrak di masyarakat, hal ini pasti tidak lebih baik dari sekadar kawin suci, kawin paksa, ataupun yang tanpa restu (atau back street dalam bahasa gaulnya). Jika hal ini terus subur berkembang dan tidak dikuak atas kejelasan latar belakang koalisi, maka ancaman golput akan terjadi.

Hal ini kemungkinan akan mementahkan prediksi para pakar politik bahwa pada Pilpres 2009, jumlah golput akan lebih sedikit, sekalipun angka golput pada Pemilu Legislatif kemarin besar.

Sekalipun berbagai cara dari mengumbar janji di iklan TV, hingga orasi di berbagai kota, masyarakat tidak bodoh dalam menerima pesan tersebut mentah-mentah. Jika memang para pasangan capres dan cawapres (dan para pihak-pihak yang terlibat di belakangnya) menyadari akan krisis kepercyaan masyarakat terhadap perpolitikan ini maka mereka harus tanggap dalam menjawab apa yang sebenarnya diinginkan oleh bangsa ini, bukan kepentingan golongan.

0 comments:

Copyright © 2009 - guk sueb - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template