Pungli Berbirokasi: Sebuah Catatan Kesalahan Sistem


Ada yang aneh dengan sistem di negeri ini, di saat pemerintah menggembor-gemborkan untuk memberantas pungutan liar (pungli), justru beberapa sistem di aparatur negara terdapat ketimpangan yang akan mengarah pada aksi pungli tersebut.

Ambil contoh di Kabupaten Sidoarjo. Di Kota Udang tersebut, terdapat sebuah Peraturan Daerah bagi seluruh pengguna kendaraan bermotor untuk dikenakan biaya parkir berlangganan, baik bagi kendaraan roda dua atau empat atau lebih. Penarikan ini, dikenakan setahun sekali tepatnya pada saat proses pembayaran pajak kendaraan di Kantor Samsat sebesar Rp 25.000,00 per kendaraan (roda dua).

Telisik demi telisik, pihak kepolisian merasa tidak menahu tentang tarikan biaya parkir berlangganan ini (sekalipun pembayaran biaya parkir dilakukan di kantor Samsat) karena memang urusan parkir berlangganan berada di bawah naungan Dinas Perhubungan (Dishub). Pun demikian, Dishub pula tidak menahu tentang peraturan tersebut. Mereka hanya menkonfirmasi bahwa semua itu telah ditetukan oleh pihak DPRD kota di dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 2006, Kabupaten Sidoarjo.

Di dalam Perda tersebut, diatur terkait sistem parkir berlangganan di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Parkir berlangganan berlaku hanya pada kawasan-kawasan tertentu, yang terdapat tanda parkir berlangganan di sepanjang kota Sidoarjo, di antaranya kawasan kompleks GOR Delta Sidoarjo, Alun-alun Kota Sidoarjo, Pasar besar di kawasan Jalan Gajahmada, dan sebagainya.

Anehnya, semua daerah-daerah tersebut hanya berlokasi di kawasan kota Sidoarjo saja (Kecamatan Sidoarjo). Padahal pada kenyataannya Kabupaten Sidoarjo itu sendiri terdiri dari sekitar 15 kecamatan yang tersebar dari ujung paling selatan (Kecamatan Jabon) hingga Kecamatan Krian. Pertanyaannya adalah, apakah Kabupaten Sidoarjo itu hanya berada di kawasan kota saja? Mengingat Perda parkir berlangganan tersebut berlaku bagi seluruh pangguna kendaraan bermotor di daerah kabupaten Sidoarjo tanpa terkecuali.

Lebih parahnya, tidak ada realisasi dari Perda tersebut. Alih-alih merealisasikan Perda, pihak pemerintah hanya memasang papan tanda bertuliskan "KAWASAN PARKIR BERLANGGANAN" di beberapa titik di kawasan yang telah ditentukan. Hasilnya? Para juru parkir (jukir) masih berkeliaran di mana-mana, termasuk di kawasan-kawasan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Bahkan, mereka memasang karcis dan menarik biaya parkir kepada setiap pengguna motor yang memarkirkan kendaraan.

Kaji Ulang Perda "Liar"
Jika memang peraturan-peraturan daerah seperti ini dibiarkan eksis dan direalisasikan alakadarnya, tanpa adanya pengawasan yang ketat, tentu hal ini akan sangat merugikan masyarakat (yang ujung-ujungnya akan menguntungkan pembuat undang-undang). Kerugian yang diterima masyarakat tidak hanya dari segi finansial, tetapi juga di bidang kepercayaan masyarakat akan kinerja pemerintah.

Pada kasus seperti ini, masyarakat mulai merasakan keganjilan yang terjadi dalam perundangan pemerintahan daerah ini. Walaupun sejauh ini ditengarahi (hanya) pada satu aspek saja, tentang pengaturan sistem parkir berlangganan di kawasan-kawasan tertentu, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa akan ditemukan berbagai macam keganjilan atas Perda-Perda yang ada di daerah tertentu, tidak hanya di Kabupatn Sidoarjo.

Melihat relevansi dari Perda yang demikian,maka sudah saatnya pemerintah harus mengkaji ulang beberapa Perda yang dinilai tidak logis dalam realisasinya, baik dari segi urgensi maupun efektivitas. Dengan langkah demikian akan mengurang aksi korupsi yang melibatkan pungli yang bersembunyi di balik sistem birokasi.

0 comments:

Copyright © 2009 - guk sueb - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template