Wayang: Seni Tontonan dan Tuntunan


Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Tentang asal-usul kesenian wayang hingga dewasa ini masih merupakan suatu masalah yang belum terpecahkan secara tuntas. Namun demikian banyak para ahli mulai mencoba menelusuri sejarah perkembangan wayang dan masalah ini ternyata sangat menarik sebagai sumber atau obyek penelitian.

Di kalangan masyarakat, wayang adalah bukan hal yang asing. Wayang merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang telah mampu bertahan, dari waktu ke waktu, dengan mengalami perubahan dan perkembangan sampai berbentuk seperti sekarang ini. Daya tahan wayang yang luar biasa terhadap berbagai perubahan pemerintahan, politik, sosial budaya maupun kepercayaan membuktikan bahwa wayang mempunyai fungsi dan peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat. Saat ini, fungsi dan peranan wayang tidak lagi difokuskan pada upacara-upacara ritual dan keagamaan, tetapi telah bergeser ke acara hiburan yang mengutamakan inti cerita dengan berbagai macam pengetahuan, filsafat hidup, nilai-nilai budaya, berbagai unsur seni, serta unsur pendidikan yang semuanya berpadu dalam seni pedalangan.

Filsafat pewayangan membuat masyarakat sebagai penontonnya merenungkan hakekat hidup, asal dan tujuan hidup, manunggaling kawula gusti, kedudukan manusia dalam alam semesta, serta sangkan paraning dumadi yang dilambangkan dengan tancep kayon oleh ki dalang pada akhir pagelaran (Wibisono dalam Mulyana: 2008). Keseluruhan pagelaran wayang, sejak dari pembukaan (talu) sampai berakhirnya pagelaran dengan tancep kayon, mempunyai kandungan filosofis yang tinggi. Tiap adegan dengan iringan gending sendiri-sendiri dan makin lama makin meningkat laras dan iramanya sehingga mencapai klimaks yang ditandai dengan tancep kayon, setelah semua masalah di dalam lakon terjawab dan berhasil diselesaikan.

Kesemuanya itu menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia di dunia ini dengan segala aspek dan dinamikanya, yang tidak lepas dari peran dan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan maupun sebagai makhluk sosial. Dalam hal ini telah jelas, sebagai manusia yang berbudaya, bangsa Indonesia menganggap wayang sebagai bagian dari kehidupan yang bernilai tinggi.

Bagi kelangsungan eksistensi wayang ini, paling tidak, ada tiga hal yang perlu dicermati dalam kehidupan publik. Pertama, sikap dan pandangan hidup pragmatis telah dianut oleh sebagian besar masyarakat. Kedua, implikasi dari realitas ini tidak hanya diterapkan dalam perilaku ekonomi dan politik, tetapi juga dalam memilih bentuk kesenian dan kebudayaan. Ketiga, akibat selanjutnya adalah budaya massa dan budaya populer menjadi kiblat mayoritas publik.

Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali (id.wikipedia.org). Sedikit melihat kembali sejaranh singkat tentang wayang di Indonesia, oleh para pendahulu negeri ini sangat mengandung arti yang sangat dalam sekali. Sunan Kali Jaga dan Raden Patah sangat berjasa dalam mengembangkan Wayang. Para Wali di Tanah Jawa sudah mengatur sedemikian rupa menjadi tiga bagian. Pertama Wayang Kulit di Jawa Timur, kedua Wayang Wong atau Wayang Orang di Jawa Tengah, dan ketiga Wayang Golek di Jawa Barat. Masing masing sangat bekaitan satu sama lain. Yaitu "Mana yang Isi” (Wayang Wong) dan Mana yang Kulit (Wayang Kulit) harus dicari (Wayang Golek)".

Misalnya, masyarakat Jawa sangat menggemari wayang karena bagi masyarakat Jawa, wayang merupakan gambaran ataupun potret kehidupan manusia sehari-hari. Wayang berasal dari kata ayang atau bayang-bayang. Dalam cerita wayang banyak dilukiskan bahwa yang tidak eling lan waspada akan menemui kehancurannya. Bisa dilihat dari beberapa contoh kutipan wayang:
a. Dalam episode Mahabarata, Yudistiro yang dikenal jujur ternyata juga bisa tidak eling dan berani main dadu dengan mempertaruhkan sang istri, keempat orang adiknya serta kerajaan Indraprasta seisinya. Yudistiro kalah main dadu dan sebagai konsekuensi harus dibuang di hutan selama 13 tahun dan ini merupakan awal dari perang Bharatayudha.
b. Dalam episode Mahabarata, Hastinopura yang dipimpin Prabu Suyudono juga habis ditumpas Pandawa karena ingkar dalam perjanjian.
c. Dalam episode Mahabarata, walaupun pihak pendawa mengalami kemenangan dalam peperangan, tetapi seluruh anak dan istrinya mati terbunuh.
d. Dan sebagainya.

0 comments:

Copyright © 2009 - guk sueb - is proudly powered by Blogger
Smashing Magazine - Design Disease - Blog and Web - Dilectio Blogger Template